PYHER's
PIN BBM : 75006FEB | twitter : @hary_nopi | email : pyher_tjoeroep@yahoo.co.id | facebook : hary_tjoeroep@yahoo.co.id | instagram : hary_nopi
Rabu, 05 Agustus 2015
Sabtu, 30 Mei 2015
Senin, 25 Mei 2015
Minggu, 24 Mei 2015
Senin, 18 Mei 2015
THAHARAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kesucian (thaharah) dan kebersihan. Sebagian dari amalan-amalan dan kewajiban-kewajiban syar'i tidak dianggap sah kecuali jika dilakukan dengan bersuci (thaharah). Di dalam fiqih agama Islam, selain terdapat kebersihan dan kesucian yang senantiasa merupakan hal yang penting, terdapat pula jenis pensucian yang khusus, yaitu wudhu dan mandi yang disebut pula dengan thaharah, di mana kadangkala memiliki hukum wajib dan kadangkala mustahab. Hukum-hukum thaharah, segala sesuatu yang mensucikan (muthahirat), tata cara pensucian tubuh, pakaian dan benda-benda lainnya, demikian juga segala sesuatu yang najis dan tidak suci, dan segala hal yang berkaitan dengan persoalan ini, akan dijelaskan dalam bab yang bernama thaharah.
Thaharah adalah pembahasan yang sangat penting dalam kehidupan ini terlebih bagi kita ummat Islam, hampir di seluruh kitab fiqih dapat kita temui tentang pembahasan ini. Pembahasan ini juga selalu didahului dari pembahasan-pembahasan lain didalam kitab-kitab fiqh. Hal ini membuktikan betapa Islam sangat memandang penting tentang hal ini.
Mungkin sebagian dari kita masih bertanya-tanya, apa sih thaharah itu? Di dalam kitab Fath al-Qarib karangan Syeikh Muhammad Bin Qosim al-Ghozi, kata "thaharah" secara bahasa berarti "nazhafah", yaitu bersih atau suci. Sedangkan jika dibaca "thuharah" maka ia berarti sisa air yang dipergunakan untuk bersuci.
Adapun thaharah manurut syar'i dikalangan para ahli fiqih memiliki banyak pengertian, diantaranya ialah suatu perkara yang mambolehkan seseorang untuk malaksanakan sholat, seperti wudhu, mandi (janabah), tayamum, menghilangkan najis, dan lain-lain. Dan disebagian kitab fiqih yang lain, thaharah berarti suci dari hadats dan najis.
Banyak bab-bab dalam dunia fiqih yang berhubungan erat dalam pembahasan thaharah ini, dari bab najis, bab wudhu, serta bab sholat. Dalam thaharah ini sangat manjadi bagian yang tak bisa dilepaskan atau dikesampingkan. Disamping itu Allah SWT. juga menjelaskan tentang kecintaannya terhadap orang-orang yang bersuci, hal itu dijelaskan oleh Allah SWT. Di dalam al-Qur'an, Surat al-Baqarah ayat 222, yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Walaupun telah banyak dari berbagai ulasan yang kita perhatikan di atas yang menunjukkan pentingnya pembahasan tentang thaharah ini, namun masih banyak dari umat ini yang sangat meremehkan tentang pembelajaran thaharah. Padahal jika kita perhatikan dari segala aspek kehidupan atau ibadah kita sehari-hari, thaharah adalah kunci utama dari seluruhnya. Misalnya, dapat kita perhatikan dari hal syarat sah ibadah sholat yang selalu kita dirikan setiap hari juga di dasari dari thaharah (suci), yaitu suci dari hadats dan najis.
Bab thaharah adalah bab yang sering kita temui di dalam kehidupan kita dan memiliki pembahasan global, dari pembahasan tentang macam-macam air, pembagian air, pembagian najis, cara menghilangkan najis, istinja', adab buang air, wudhu, mandi serta tayamum.
Wudhu’ adalah cara menghilangkan hadas kecil yang dilakukan ketika akan mengerjakan shalat dan ibadah-ibadah lain yang menjadikan wudhu’ sebagai salah satu syaratnya, sehingga shalat dan ibadah-ibadah lain itu tidak sah jika pelakunya tidak dalam keadaan suci.
Para Fuqaha (ahli fiqih) mengartikan wudhu’ sebagai pekerjaan menggunakan air yang dibasuhkan pada anggota-anggota badan tertentu yang diawali dengan niat. Perintah ini sejalan dengan perintah yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 6, yaitu :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS. Al-Maidah: 6)
Kemudian dalam Hadits Rasulullah SAW. juga disebutkan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله لا يقبل صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ (رواه البخاري ومسلم)
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata bahwa Rasul SAW. bersabda, Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu apabila berhadas hingga ia suci.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam melakukan wudhu’ ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain harus menggunakan air yang suci dan mensucikan, semua anggota wudhu’ (muka, tangan, kepala dan kaki) yang wajib dibasuh harus benar-benar rata terbasuh (tidak terdapat kotoran atau benda penghalang yang menghalangi sampainya air pada anggota wudhu’), dan orang yang berwudhu’ hendaknya memahami seluk-beluk berwudhu’. Wudhu’ juga harus dilakukan mengikuti rukun-rukun sebagai berikut, yaitu:
1. Niat berwudhu’ untuk menghilangkan hadas kecil yang pelaksanaannya bersamaan dengan permulaan membasuh muka.
2. Membasuh muka, artinya mengalirkan air ke seluruh kulit muka. Batas muka panjangnya dari puncak kening sampai dagu dan lebarnya sampai batas telinga kiri dan kanan.
3. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
4. Menyapu kepala, sebagian atau seluruhnya.
5. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
6. Tertib, maksudnya pelaksanaan membasuh anggota-anggota wudhu’ itu sesuai dengan urutan yang tersebut dalam surat al-Maidah ayat 6.
Pelaksanaan wudhu’ yang tidak memenuhi syarat dan rukun dipandang tidak sah menurut agama.
Orang yang telah berwudhu’ dipandang suci dari hadas, akan tetapi ada beberapa hal yang dapat menghilangkan kesucian itu, yang disebut dengan nawakid al-wudhu’ (yang membatalkan wudhu’). Jika seseorang mengalami salah satu dari yang membatalkan wudhu’ itu, ia wajib mengulang wudhu’nya apabila hendak melakukan shalat. Firman Allah SWT. menjelaskan apabila seseorang hendak melaksanakan shalat harus berwudhu’. Dalam surat al-Maidah ayat 6, Allah SWT. berfirman:
“Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih).” (QS. al-Maidah: 6)
Adapun beberapa hal yang membatalkan wudhu’ di antaranya keluar salah satu dari dua jalan qubul dan dubur, seperti buang air kecil, buangair besar, kentut,mani, wadi dan madzi, tidur nyenyak yang menyebabkan seseorang hilang ingatan, hilang akal, dan menyentuh langsung kemaluan tanpa batas atau penghalang.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kesucian (thaharah) dan kebersihan. Sebagian dari amalan-amalan dan kewajiban-kewajiban syar'i tidak dianggap sah kecuali jika dilakukan dengan bersuci (thaharah). Di dalam fiqih agama Islam, selain terdapat kebersihan dan kesucian yang senantiasa merupakan hal yang penting, terdapat pula jenis pensucian yang khusus, yaitu wudhu dan mandi yang disebut pula dengan thaharah, di mana kadangkala memiliki hukum wajib dan kadangkala mustahab. Hukum-hukum thaharah, segala sesuatu yang mensucikan (muthahirat), tata cara pensucian tubuh, pakaian dan benda-benda lainnya, demikian juga segala sesuatu yang najis dan tidak suci, dan segala hal yang berkaitan dengan persoalan ini, akan dijelaskan dalam bab yang bernama thaharah.
Thaharah adalah pembahasan yang sangat penting dalam kehidupan ini terlebih bagi kita ummat Islam, hampir di seluruh kitab fiqih dapat kita temui tentang pembahasan ini. Pembahasan ini juga selalu didahului dari pembahasan-pembahasan lain didalam kitab-kitab fiqh. Hal ini membuktikan betapa Islam sangat memandang penting tentang hal ini.
Mungkin sebagian dari kita masih bertanya-tanya, apa sih thaharah itu? Di dalam kitab Fath al-Qarib karangan Syeikh Muhammad Bin Qosim al-Ghozi, kata "thaharah" secara bahasa berarti "nazhafah", yaitu bersih atau suci. Sedangkan jika dibaca "thuharah" maka ia berarti sisa air yang dipergunakan untuk bersuci.
Adapun thaharah manurut syar'i dikalangan para ahli fiqih memiliki banyak pengertian, diantaranya ialah suatu perkara yang mambolehkan seseorang untuk malaksanakan sholat, seperti wudhu, mandi (janabah), tayamum, menghilangkan najis, dan lain-lain. Dan disebagian kitab fiqih yang lain, thaharah berarti suci dari hadats dan najis.
Banyak bab-bab dalam dunia fiqih yang berhubungan erat dalam pembahasan thaharah ini, dari bab najis, bab wudhu, serta bab sholat. Dalam thaharah ini sangat manjadi bagian yang tak bisa dilepaskan atau dikesampingkan. Disamping itu Allah SWT. juga menjelaskan tentang kecintaannya terhadap orang-orang yang bersuci, hal itu dijelaskan oleh Allah SWT. Di dalam al-Qur'an, Surat al-Baqarah ayat 222, yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Walaupun telah banyak dari berbagai ulasan yang kita perhatikan di atas yang menunjukkan pentingnya pembahasan tentang thaharah ini, namun masih banyak dari umat ini yang sangat meremehkan tentang pembelajaran thaharah. Padahal jika kita perhatikan dari segala aspek kehidupan atau ibadah kita sehari-hari, thaharah adalah kunci utama dari seluruhnya. Misalnya, dapat kita perhatikan dari hal syarat sah ibadah sholat yang selalu kita dirikan setiap hari juga di dasari dari thaharah (suci), yaitu suci dari hadats dan najis.
Bab thaharah adalah bab yang sering kita temui di dalam kehidupan kita dan memiliki pembahasan global, dari pembahasan tentang macam-macam air, pembagian air, pembagian najis, cara menghilangkan najis, istinja', adab buang air, wudhu, mandi serta tayamum.
Wudhu’ adalah cara menghilangkan hadas kecil yang dilakukan ketika akan mengerjakan shalat dan ibadah-ibadah lain yang menjadikan wudhu’ sebagai salah satu syaratnya, sehingga shalat dan ibadah-ibadah lain itu tidak sah jika pelakunya tidak dalam keadaan suci.
Para Fuqaha (ahli fiqih) mengartikan wudhu’ sebagai pekerjaan menggunakan air yang dibasuhkan pada anggota-anggota badan tertentu yang diawali dengan niat. Perintah ini sejalan dengan perintah yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 6, yaitu :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS. Al-Maidah: 6)
Kemudian dalam Hadits Rasulullah SAW. juga disebutkan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله لا يقبل صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ (رواه البخاري ومسلم)
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata bahwa Rasul SAW. bersabda, Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu apabila berhadas hingga ia suci.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam melakukan wudhu’ ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain harus menggunakan air yang suci dan mensucikan, semua anggota wudhu’ (muka, tangan, kepala dan kaki) yang wajib dibasuh harus benar-benar rata terbasuh (tidak terdapat kotoran atau benda penghalang yang menghalangi sampainya air pada anggota wudhu’), dan orang yang berwudhu’ hendaknya memahami seluk-beluk berwudhu’. Wudhu’ juga harus dilakukan mengikuti rukun-rukun sebagai berikut, yaitu:
1. Niat berwudhu’ untuk menghilangkan hadas kecil yang pelaksanaannya bersamaan dengan permulaan membasuh muka.
2. Membasuh muka, artinya mengalirkan air ke seluruh kulit muka. Batas muka panjangnya dari puncak kening sampai dagu dan lebarnya sampai batas telinga kiri dan kanan.
3. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
4. Menyapu kepala, sebagian atau seluruhnya.
5. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
6. Tertib, maksudnya pelaksanaan membasuh anggota-anggota wudhu’ itu sesuai dengan urutan yang tersebut dalam surat al-Maidah ayat 6.
Pelaksanaan wudhu’ yang tidak memenuhi syarat dan rukun dipandang tidak sah menurut agama.
Orang yang telah berwudhu’ dipandang suci dari hadas, akan tetapi ada beberapa hal yang dapat menghilangkan kesucian itu, yang disebut dengan nawakid al-wudhu’ (yang membatalkan wudhu’). Jika seseorang mengalami salah satu dari yang membatalkan wudhu’ itu, ia wajib mengulang wudhu’nya apabila hendak melakukan shalat. Firman Allah SWT. menjelaskan apabila seseorang hendak melaksanakan shalat harus berwudhu’. Dalam surat al-Maidah ayat 6, Allah SWT. berfirman:
“Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih).” (QS. al-Maidah: 6)
Adapun beberapa hal yang membatalkan wudhu’ di antaranya keluar salah satu dari dua jalan qubul dan dubur, seperti buang air kecil, buangair besar, kentut,mani, wadi dan madzi, tidur nyenyak yang menyebabkan seseorang hilang ingatan, hilang akal, dan menyentuh langsung kemaluan tanpa batas atau penghalang.
Langganan:
Postingan (Atom)